Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Monday, February 27, 2023

Etos Kerja

 

    

1.     Pengertian Etos Kerja

“Etos” dari sudut pandang bahasa berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang bermakna watak atau karakter. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) makna lengkap “etos” adalah “Karakteristik, sikap, kebiasaan, kepercayaan, dan seterusnya yang bersifat khusus tentang individu atau sekelompok manusia.” Sedangkan Echols dan Shadily (1994:219) mengartikan “etos” sebagai jiwa khas suatu kelompok manusia. Berdasarkan jiwa yang khas itulah berkembang pandangan seseorang individu atau kelompok (organisasi) tentang sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk.

Etos kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) diartikan sebagai “semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang aau sesuatu kelompok”. Di sisi lain ternyata etos kerja sangat sarat dengan persoalan sikap yang ada pada seseorang dalam melakukan kerjanya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Myrdal (dalam Soebagio Atmowirio, 2000:214) bahwa etos kerja adalah “sikap kehendak seseorang yang diekspresikan lewat semangat yang didalamnya termuat tekanan-tekanan moral dan nilai-nilai tertentu.” Myrdal lebih jauh mengemukakan pula bahwa etos kerja merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya: (1) kerja keras, (2) efisiensi, (3) kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8) jujur, (9) loyal. Etos kerja yang jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan. Tindak lanjut dari etos kerja ini yaitu meningkatnya kualitas kerja para guru sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam setiap semester periode tahunan.

Mengenai etos kerja ini, Soebagio Atmowirio (2000:232) mengemukakan bahwa “etos kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam menilai apa arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka meningkatkan kehidupannya”. Selanjutnya Soebagio Atmowirio (2000:233) secara lebih spesifik menjelasan pengertian etos kerja sebagai berikut: “Etos kerja adalah landasan untuk meningkatkan prestasi kerja/kinerja setiap Pegawai Negeri Sipil PNS)”.

 

2.     Etos Kerja Guru

Sergiovanni (1987:269), menyebutkan: ”School Improvement requires a strong commitment from the principle”. Pernyataan tersebut memberikan pengertian bahwa perbaikan sekolah itu sesungguhnya berada pada komitmen kuat kepala sekolah. Oleh sebab itu kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki kemampuan, terampil, cerdas untuk mewujudkan iklim kerja yang sehat, sehingga akan tercipta etos kerja pada guru di sekolah. Jika iklim suatu organisasi dapat merangsang iklim kerja, tersedia sarana dan prasarana yang memadai bagi para guru dan peserta didik, maka iklim kerja yang demikian akan memberikan sumbangan yang besar bagi peningkatan etos kerja guru.

Di samping itu, guru sangat memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan. Terbukti bahwa peran dan fungsi guru di dalam proses belajar mengajar masih sangat dominan. Dengan demikian agar tujuan pendidikan dapat berhasil baik dan optimal sangat tergantung pada peran guru.

Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa diperhadapkan pada peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini dapat dipenuhi maka keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu mampu melahirkan peserta didik yang berbudi luhur, memiliki karakter sosial dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan pokok pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4) bahwa karakter prbadi dan sosial bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:

1)     Guru hendaknya pandai, mempunyai wawasan luas

2)     Guru harus selalu meningkatkan keilmuannya

3)     Guru meyakini bahwa apa yang disampaikan itu benar dan bermanfaat

4)     Guru hendaknya berpikir obyektif dalam menghadapi masalah

5)     Guru hendaknya mempunyai dedikasi, motivasi dan loyalitas

6)     Guru harus bertanggung jawab terhadap kualitas dan kepribadian moral

7)     Guru harus mampu merubah sikap peserta didik yang berwatak manusiawi.

8)     Guru harus menjauhkan diri dari segala bentuk pamrih dan pujian.

9)     Guru harus mampu mengaktualisasikan materi yang disampaikan.

10) Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek.

Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri kehidupan seorang guru  yang amat fundamental dan dengan keprofesional guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi, dan demokratisasi pemikiran yang akan mengarah kepada kreativitas yang konstruktif dalam menciptakan etos kerja di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.

Pada tataran implementasi etos kerja guru dapat terlihat dalam kegiatan guru pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, itulah sebabnya untuk mengukur efektivitas etos kerja guru perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah yang cakap tentunya akan menaruh perhatian pada etos kerja bawahannya.

Salah satu teori berkaitan dengan peningkatan etos kerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Mitchel, T.R. dan Larson (1987:343) bahwa indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi: (1) kemampuan, (2) prakarsa/inisiatif, (3) ketepatan waktu (4) kualitas hasil kerja, dan (5) komunikasi.

Berdasarkan batasan di atas, etos kerja guru dapat dijadikan sebagai suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pelaksanaan tugas pembelajaran di satuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat mensejajarkan dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya di kawasan Asia khususnya dan dunia pada umumnya. Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi sekolah yang di dalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu sendiri.

 

3.     Fungsi dan Manfaat Etos Kerja Guru

Pada umumnya berbicara etos kerja sangat terkait dengan peningkatan kualitas kerja seseorang dalam suatu kekuatan. Itulah sebabnya, menurut Soebagio Atmowirio sebagaimana dikemukakan di atas mengatakan bahwa etos kerja itu merupakan landasan untuk meningkatkan unjuk kerja guru. Etos kerja dengan demikian berfungsi secara fundamental sebagai landasan pencapaian unjuk kerja yang tinggi. Dalam hal etos kerja ini, Triguno (2002:9) menyatakan bahwa”program peningkatan etos (budaya) kerja memiliki arti yang sangat fundamental bagi setiap organisasi, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja atau unjuk kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan”. Lanjut Triguno, manfaat yang didapat dari membudayanya etos kerja antara lain sebagai berikut: menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain) mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu. Selain manfaat di atas, etos kerja yang tinggi pada dasarnya akan menjadikan tingkat efisiensi dalam melakukan pekerjan yang tinggi, kerajinan meningkat atau tingkat absensi kurang, sikap tepat waktu atau disiplin, bersedia untuk melakukan perubahan atau fleksibel, kegesitan dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul, siap bekerja, dan sikap bekerja sama.

Hal di atas senada dengan Triguno (2002:9) yang menyatakan bahwa terciptanya etos kerja yang tinggi yang disebutnya sebagai budaya kerja akan meningkatkan kepuasan kerja, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang (efisien), tingkat absen turun, ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi dan lain-lain.

Selanjutnya Wolseley & Campbell (dalam Triguno, 2002: 9-10) menyatakan sebagai berikut :

1)     Orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan kedahsyatan dan daya imajinasi seteliti mungkin dan seobjektif mungkin.

2)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan.

3)     Orang yang terdidik melalui kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spiritual maupun standar-standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.

4)     Orang yang terdidik dalam kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dan bidangnya, demikian juga dengan hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam, ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber-sumber alam, memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu kondisi yang harus ada.

6)     Orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, dan penuh tanggung jawab sebagai manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi tempat secara berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik mungkin.    

 

 

Dari keenam manfaat budaya kerja atau etos kerja sebagaimana dikemukakan Wolseley & Campbell di atas, jelaslah bahwa peningkatan etos kerja ini menjadi mutlak sekaligus pilihan orientasi bangsa kini dan di masa depan. Hal ini penting mengingat bahwa bangsa Indonesia memang menderita kelemahan etos kerja (Louis Kraar, 1988:44) artinya etos kerja memberikan manfaat yang signifikan terhadap pencapaian prestasi kerja atau untuk unjuk kerja guru tinggi dan berkualitas.

 

4.     Langkah-langkah Pengembangan Etos Kerja Guru

Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan suatu upaya yang bersifat wajib dilakukan oleh setiap guru, kepala sekolah maupun staf administrasi. Usaha untuk mengembangkan etos kerja guru terfokus pada peningkatan produktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Secara umum menurut Triguno (2002: 141-142) upaya yang harus ditempuh dalam pengembangan etos kerja tersebut adalah sebagai berikut :

a.    Peningkatan produktivitas melalui penumbuhan etos kerja. Tumbuhnya etos kerja akan memberikan suatu formulasi baru dalam meningkatkan potensi pribadi yang dimiliki oleh setiap guru di jenjang pendidikan formal.

b.   Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja.

c.    Dalam melanjutkan dan meningkakan pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan sebaiknya nilai budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal rasa harga diri dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengedepankan etos kerja para guru yang ada di lembaga pendidikan.

d.   Disiplin nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh sikap mental manusia yang produktif.

e.    Menggalakkan partisipasi masyarakat, meningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan dalam masyarakat tentang tingkah laku, sikap serta psikologi masyarakat. Dampak dari etos kerja para guru yang ada dalam suatu lembaga pendidikan formal tidak lain adalah sebagaimana paparan tersebut di atas. Contoh yang positif terhadap masyarakat tentang cara dalam meningkatkan etos kerja yang diharapkan.

f.    Menumbuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik itu pengorbanan waktu senggang atau kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi seperti yang diharapkan di atas sangat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan etos kerjanya.

 

Upaya – upaya pengembangan etos kerja di atas paling tidak harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tanpa dilakukan secara teratur, mustahil suatu jenis pekerjaan dapat memberikan suatu peningkatan hasil dan konduksitivitas pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Upaya seperti ini perlu direalisasikan apabila tujuan-tujuan yang telah disepakati tercapai dalam suatu tatanan pekerjaan dalam rangka membentuk sikap mental dan etos kerja lebih bersifat produktif. Relevansi peningkatan etos kerja guru ini karena sekolah sebagai organisasi yang melibatkan tenaga kerja manusia, khususnya dalam meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan target waktu dan usaha yang ditetapkan oleh setiap sekolah sebagai sebuah organisasi.

Suatu hal yang menarik jika dicermati secara serius bahwa lembaga pendidikan sekarang ini sangat antusias untuk mengubah tatanan kerja yang kurang kondusif, menjadikan sekolah sebagai lembaga yang benar-benar kondusif dengan etos kerja anggota organsasinya yang ideal sebagaimana batasan yang dikemukakan di atas. Langkah-langkah seperti itu merupakan suatu upaya untuk meningkatkan etos kerja seorang guru sebagai pekerja pendidikan. Bagi guru, etos kerja bukan hal yang baru, sebab etos kerja sudah merupakan tuntutan profesionalisme seorang guru. Etos kerja yang tinggi sudah harus menjadi komitmen guru ketika dia harus mengabdikan dirinya dalam suatu kegiatan mengajar, mendidik dan memimpin, serta mengelola anak didik di sekolah. Artinya bahwa etos kerja telah ada pada guru ketika dia telah diperhadapkan dengan jenis pekerjaan tersebut, hanya saja tingkat pengembangan etos kerja yang ada perlu dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.

Barometer sikap mental seorang guru dapat meningkatkan etos kerjanya sangat terkait dengan seberapa besar pengorbanannya dalam melakukan upaya-upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya (Triguno, 2002:3). Lanjut Triguno, hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana tingkat komitmen diri para guru untuk menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang diharapkan, meningkatkan disiplin kerja sesuai dengan aturan yang telah disepakati, serta menumbuhkan sikap-sikap inovatif dalam pekerjaannya. Untuk itulah dalam konteks lembaga sekolah, perlu adanya motivasi yang kuat dari dalam diri maupun dari luar diri guru untuk mengembangkan etos kerja yang maksimal. Peningkatan etos kerja merupakan bagian dari motivasi yang kuat dalam memberikan dorongan pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekstern maupun intern organisasi.    

No comments:

Post a Comment

About

Popular Posts