1.
Pengertian Etos Kerja
“Etos” dari sudut pandang bahasa berasal dari bahasa Yunani “Ethos”
yang bermakna watak atau karakter. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
(1993:271) makna lengkap “etos” adalah “Karakteristik, sikap, kebiasaan,
kepercayaan, dan seterusnya yang bersifat khusus tentang individu atau
sekelompok manusia.” Sedangkan Echols dan Shadily (1994:219) mengartikan “etos”
sebagai jiwa khas suatu kelompok manusia. Berdasarkan jiwa yang khas itulah
berkembang pandangan seseorang individu atau kelompok (organisasi) tentang
sesuatu yang baik dan sesuatu yang buruk.
Etos kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:271) diartikan
sebagai “semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang aau
sesuatu kelompok”. Di sisi lain ternyata etos kerja sangat sarat dengan
persoalan sikap yang ada pada seseorang dalam melakukan kerjanya. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Myrdal (dalam Soebagio Atmowirio, 2000:214) bahwa
etos kerja adalah “sikap kehendak seseorang yang diekspresikan lewat semangat
yang didalamnya termuat tekanan-tekanan moral dan nilai-nilai tertentu.” Myrdal
lebih jauh mengemukakan pula bahwa etos kerja merupakan sikap yang diambil
berdasarkan tanggung jawab moralnya: (1) kerja keras, (2) efisiensi, (3)
kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi, (6) energetik, (7) kerja sama, (8)
jujur, (9) loyal. Etos kerja yang jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat
normatif sebagai sikap kehendak yang dituntut agar dikembangkan. Tindak lanjut
dari etos kerja ini yaitu meningkatnya kualitas kerja para guru sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan dalam setiap semester periode tahunan.
Mengenai etos kerja ini, Soebagio Atmowirio (2000:232) mengemukakan
bahwa “etos kerja merupakan pandangan dan sikap seseorang dalam menilai apa
arti kerja sebagai bagian dari hidup dalam rangka meningkatkan kehidupannya”. Selanjutnya
Soebagio Atmowirio (2000:233) secara lebih spesifik menjelasan pengertian etos
kerja sebagai berikut: “Etos kerja adalah landasan untuk meningkatkan prestasi
kerja/kinerja setiap Pegawai Negeri Sipil PNS)”.
2.
Etos Kerja Guru
Sergiovanni (1987:269), menyebutkan: ”School Improvement requires a
strong commitment from the principle”. Pernyataan tersebut memberikan
pengertian bahwa perbaikan sekolah itu sesungguhnya berada pada komitmen kuat
kepala sekolah. Oleh sebab itu kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki
kemampuan, terampil, cerdas untuk mewujudkan iklim kerja yang sehat, sehingga
akan tercipta etos kerja pada guru di sekolah. Jika iklim suatu organisasi
dapat merangsang iklim kerja, tersedia sarana dan prasarana yang memadai bagi
para guru dan peserta didik, maka iklim kerja yang demikian akan memberikan
sumbangan yang besar bagi peningkatan etos kerja guru.
Di samping itu, guru sangat memegang peranan penting dalam pencapaian
tujuan pendidikan. Terbukti bahwa peran dan fungsi guru di dalam proses belajar
mengajar masih sangat dominan. Dengan demikian agar tujuan pendidikan dapat
berhasil baik dan optimal sangat tergantung pada peran guru.
Dalam meningkatkan etos kerja, guru senantiasa diperhadapkan pada
peningkatan kualitas pribadi dan sosialnya. Jika hal ini dapat dipenuhi maka
keberhasilan lebih cepat diperoleh, yaitu mampu melahirkan peserta didik yang berbudi
luhur, memiliki karakter sosial dan profesional sebagaimana yang menjadi tujuan
pokok pendidikan itu sendiri. Menurut Thoifuri (2007:3-4) bahwa karakter prbadi
dan sosial bagi guru dapat diwujudkan sebagai berikut:
1)
Guru hendaknya pandai,
mempunyai wawasan luas
2)
Guru harus selalu
meningkatkan keilmuannya
3)
Guru meyakini bahwa apa
yang disampaikan itu benar dan bermanfaat
4)
Guru hendaknya berpikir
obyektif dalam menghadapi masalah
5)
Guru hendaknya mempunyai
dedikasi, motivasi dan loyalitas
6)
Guru harus bertanggung jawab
terhadap kualitas dan kepribadian moral
7)
Guru harus mampu merubah
sikap peserta didik yang berwatak manusiawi.
8)
Guru harus menjauhkan diri
dari segala bentuk pamrih dan pujian.
9)
Guru harus mampu
mengaktualisasikan materi yang disampaikan.
10) Guru hendaknya banyak inisiatif sesuai perkembangan iptek.
Karakter guru tersebut di atas merupakan ciri kehidupan seorang guru yang amat fundamental dan dengan keprofesional
guru itulah akan terjadi motivasi, dinamisasi, dan demokratisasi pemikiran yang
akan mengarah kepada kreativitas yang konstruktif dalam menciptakan etos kerja
di masa kini dan masa yang akan datang. Untuk mewujudkan semua itu tentunya
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak termasuk dari masyarakat.
Pada tataran implementasi etos kerja guru dapat terlihat dalam kegiatan
guru pada saat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, itulah sebabnya untuk
mengukur efektivitas etos kerja guru perlu mengkomparasikan dengan kepemimpinan
kepala sekolah. Kepala sekolah yang cakap tentunya akan menaruh perhatian pada
etos kerja bawahannya.
Salah satu teori berkaitan dengan peningkatan etos kerja sebagaimana
yang dikemukakan oleh Mitchel, T.R. dan Larson (1987:343) bahwa
indikator-indikator atau ukuran-ukuran kinerja guru meliputi: (1) kemampuan,
(2) prakarsa/inisiatif, (3) ketepatan waktu (4) kualitas hasil kerja, dan (5)
komunikasi.
Berdasarkan batasan di atas, etos kerja guru dapat dijadikan sebagai
suatu pokok pikiran utama dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia, dimana
etos kerja guru tersebut dalam suatu organisasi sekolah mutlak dibutuhkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pelaksanaan tugas pembelajaran di
satuan pendidikan sekolah. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan dapat dicapai. Dengan begitu bangsa Indonesia dapat mensejajarkan
dirinya dengan bangsa-bangsa maju lainnya di kawasan Asia khususnya dan dunia
pada umumnya. Etos kerja guru yang tinggi akan banyak menentukan keberhasilan
usaha dan proses pembelajaran di sekolah. Karena itu, masalah tersebut menarik
untuk diperhatikan dan dianalisis dalam suatu organisasi sekolah yang di
dalamnya menyangkut berbagai keputusan termasuk keputusan para guru itu
sendiri.
3.
Fungsi dan Manfaat Etos
Kerja Guru
Pada umumnya berbicara etos kerja sangat terkait dengan peningkatan
kualitas kerja seseorang dalam suatu kekuatan. Itulah sebabnya, menurut
Soebagio Atmowirio sebagaimana dikemukakan di atas mengatakan bahwa etos kerja
itu merupakan landasan untuk meningkatkan unjuk kerja guru. Etos kerja dengan
demikian berfungsi secara fundamental sebagai landasan pencapaian unjuk kerja
yang tinggi. Dalam hal etos kerja ini, Triguno (2002:9) menyatakan bahwa”program
peningkatan etos (budaya) kerja memiliki arti yang sangat fundamental bagi
setiap organisasi, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas kerja atau unjuk kerja yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan masa depan”. Lanjut Triguno, manfaat yang didapat dari
membudayanya etos kerja antara lain sebagai berikut: menjamin hasil kerja
dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi,
keterbukaan, kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan
dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar
(faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi, dan lain-lain)
mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu. Selain manfaat
di atas, etos kerja yang tinggi pada dasarnya akan menjadikan tingkat efisiensi
dalam melakukan pekerjan yang tinggi, kerajinan meningkat atau tingkat absensi
kurang, sikap tepat waktu atau disiplin, bersedia untuk melakukan perubahan
atau fleksibel, kegesitan dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang muncul,
siap bekerja, dan sikap bekerja sama.
Hal di atas senada dengan Triguno (2002:9) yang menyatakan bahwa
terciptanya etos kerja yang tinggi yang disebutnya sebagai budaya kerja akan meningkatkan
kepuasan kerja, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan
fungsional berkurang, pemborosan berkurang (efisien), tingkat absen turun,
ingin belajar terus, ingin memberikan yang terbaik bagi organisasi dan
lain-lain.
Selanjutnya Wolseley & Campbell (dalam Triguno, 2002: 9-10)
menyatakan sebagai berikut :
1)
Orang yang terlatih melalui
kelompok budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka
bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran,
mencocokkan apa yang ada padanya dengan kedahsyatan dan daya imajinasi seteliti
mungkin dan seobjektif mungkin.
2)
Orang yang terlatih dalam
kelompok budaya kerja akan memecahkan permasalahan secara mandiri dengan
bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh
pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan
pertentangan.
3)
Orang yang terdidik melalui
kelompok budaya kerja berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya
dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spiritual maupun standar-standar
etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.
4)
Orang yang terdidik dalam
kelompok budaya kerja mempersiapkan dirinya dengan pengetahuan umum dan
keahlian-keahlian khusus dalam mengelola tugas atau kewajiban dan bidangnya,
demikian juga dengan hal berproduksi dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
5)
Orang yang terlatih dalam
kelompok budaya kerja akan memahami dan menghargai lingkungannya seperti alam,
ekonomi, sosial, politik, budaya dan menjaga kelestarian sumber-sumber alam,
memelihara stabilitas dan kontinuitas masyarakat yang bebas sebagai suatu
kondisi yang harus ada.
6)
Orang yang terlatih dalam
kelompok budaya kerja berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah
tangganya, sekolah, masyarakat dan bangsanya, dan penuh tanggung jawab sebagai
manusia merdeka dengan mengisi kemerdekaannya, serta memberi tempat secara
berdampingan kepada oposisi yang bereaksi dengan yang memegang kekuasaan sebaik
mungkin.
Dari keenam manfaat budaya kerja atau etos kerja sebagaimana
dikemukakan Wolseley & Campbell di atas, jelaslah bahwa peningkatan etos
kerja ini menjadi mutlak sekaligus pilihan orientasi bangsa kini dan di masa
depan. Hal ini penting mengingat bahwa bangsa Indonesia memang menderita kelemahan
etos kerja (Louis Kraar, 1988:44) artinya etos kerja memberikan manfaat yang
signifikan terhadap pencapaian prestasi kerja atau untuk unjuk kerja guru
tinggi dan berkualitas.
4.
Langkah-langkah
Pengembangan Etos Kerja Guru
Pengembangan etos kerja pada dasarnya merupakan suatu upaya yang
bersifat wajib dilakukan oleh setiap guru, kepala sekolah maupun staf administrasi.
Usaha untuk mengembangkan etos kerja guru terfokus pada peningkatan
produktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Secara umum menurut
Triguno (2002: 141-142) upaya yang harus ditempuh dalam pengembangan etos kerja
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Peningkatan produktivitas
melalui penumbuhan etos kerja. Tumbuhnya etos kerja akan memberikan suatu
formulasi baru dalam meningkatkan potensi pribadi yang dimiliki oleh setiap
guru di jenjang pendidikan formal.
b.
Sistem pendidikan perlu disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan
yang dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi
kerja.
c.
Dalam melanjutkan dan
meningkakan pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan sebaiknya nilai
budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal rasa harga diri
dan nilai pendidikan sangat dibutuhkan dalam mengedepankan etos kerja para guru
yang ada di lembaga pendidikan.
d.
Disiplin nasional harus
terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh sikap mental manusia yang
produktif.
e.
Menggalakkan partisipasi
masyarakat, meningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan dalam masyarakat
tentang tingkah laku, sikap serta psikologi masyarakat. Dampak dari etos kerja
para guru yang ada dalam suatu lembaga pendidikan formal tidak lain adalah
sebagaimana paparan tersebut di atas. Contoh yang positif terhadap masyarakat
tentang cara dalam meningkatkan etos kerja yang diharapkan.
f.
Menumbuhkan motivasi kerja,
dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik itu pengorbanan
waktu senggang atau kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah merupakan
ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Bagi guru, dimensi seperti yang
diharapkan di atas sangat memberi peluang yang besar dalam meningkatkan etos
kerjanya.
Upaya – upaya pengembangan etos kerja di atas paling tidak harus terus
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan. Tanpa dilakukan secara teratur, mustahil suatu jenis pekerjaan
dapat memberikan suatu peningkatan hasil dan konduksitivitas pekerjaan dapat
berjalan dengan baik. Upaya seperti ini perlu direalisasikan apabila
tujuan-tujuan yang telah disepakati tercapai dalam suatu tatanan pekerjaan
dalam rangka membentuk sikap mental dan etos kerja lebih bersifat produktif. Relevansi
peningkatan etos kerja guru ini karena sekolah sebagai organisasi yang
melibatkan tenaga kerja manusia, khususnya dalam meningkatkan produktivitas
kerja sesuai dengan target waktu dan usaha yang ditetapkan oleh setiap sekolah
sebagai sebuah organisasi.
Suatu hal yang menarik jika dicermati secara serius bahwa lembaga
pendidikan sekarang ini sangat antusias untuk mengubah tatanan kerja yang
kurang kondusif, menjadikan sekolah sebagai lembaga yang benar-benar kondusif
dengan etos kerja anggota organsasinya yang ideal sebagaimana batasan yang
dikemukakan di atas. Langkah-langkah seperti itu merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan etos kerja seorang guru sebagai pekerja pendidikan. Bagi guru,
etos kerja bukan hal yang baru, sebab etos kerja sudah merupakan tuntutan
profesionalisme seorang guru. Etos kerja yang tinggi sudah harus menjadi
komitmen guru ketika dia harus mengabdikan dirinya dalam suatu kegiatan
mengajar, mendidik dan memimpin, serta mengelola anak didik di sekolah. Artinya
bahwa etos kerja telah ada pada guru ketika dia telah diperhadapkan dengan
jenis pekerjaan tersebut, hanya saja tingkat pengembangan etos kerja yang ada
perlu dikembangkan sesuai dengan yang diharapkan.
Barometer sikap mental seorang guru dapat meningkatkan etos kerjanya
sangat terkait dengan seberapa besar pengorbanannya dalam melakukan upaya-upaya
perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya (Triguno, 2002:3). Lanjut Triguno, hal
tersebut dapat dilihat dari sejauh mana tingkat komitmen diri para guru untuk
menumbuhkan etos kerja sebagaimana yang diharapkan, meningkatkan disiplin kerja
sesuai dengan aturan yang telah disepakati, serta menumbuhkan sikap-sikap
inovatif dalam pekerjaannya. Untuk itulah dalam konteks lembaga sekolah, perlu
adanya motivasi yang kuat dari dalam diri maupun dari luar diri guru untuk
mengembangkan etos kerja yang maksimal. Peningkatan etos kerja merupakan bagian
dari motivasi yang kuat dalam memberikan dorongan pemikiran dan kebijaksanaan
yang tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi ekstern maupun intern organisasi.
No comments:
Post a Comment