Beranda

Welcome

Selamat Datang di Blog Sarana Informasi ...... Welcome on this blog...benvenuti nel nostro blog..bienvenue sur notre blog...Willkommen in unserem Blog... bienvenido a nuestro blog...... 블로그에 오신 것을 환영합니다 beullogeue osin geos-eul hwan-yeonghabnida....

Wednesday, October 22, 2025

PENERAPAN CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT) UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI LULUSAN DI TAMAN KANAK-KANAK

A. Latar Belakang Masalah Miskonsepsi atau pemahaman yang salah terhadap konsep-konsep fisika sering kali muncul di antara siswa. Miskonsepsi ini dapat mempengaruhi pemahaman siswa serta menghambat pembelajaran yang efektif. Miskonsepsi atau kesalah pahaman konsep adalah konsep awal siswa hasil dari konstruksi mengenai pengetahuannya yang tidak sesuai atau berbeda dengan konsep para ilmiah (Nasir, 2020). Sehingga keberhasilan siswa dalam capaian belajar juga akan sangat terganggu. Hal ini merupakan masalah besar dalam pembelajaran yang tidak bisa diabaikan (LWahyudi & Maharta, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan pada penelitian (Febrianti et al., 2019) diketahui rata-rata pemahaman konsep siswa TK Pertiwi dengan kategori paham konsep adalah sebesar 5,92%, paham konsep tetapi tidak yakin sebesar 0,89%, siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 57,85%, dan siswa yang tidak paham konsep sebesar 35,34%. Penelitian yang serupa pada (Yolanda, 2021) berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti di TK Negeri Bukit Tinggi yang menunjukkan banyak siswa mengalami miskonsepsi tentang konsep bilangan, sebanyak 84% siswa miskonsepsi konsep bilangan, 75% siswa belum memahami kebermaknaan materi konsep bilangan dalam kehidupan sehari-hari, miskonsepsi siswa tentang konsep bilangan. Miskonsepsi ini tergolong dalam tingkatan sedang. Miskonsepsi terjadi disebabkan pemilihan media dan model pembelajaran yang kurang tepat dalam penyampaian materi konsep bilangan. Siswa sering kali kesulitan dalam mengaitkan konsep bilangan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman mendalam dan cenderung menghafal daripada memahami konsep secara aplikatif. Penyebab miskonsepsi bersumber dari beragam hal. Secara umum, penyebab miskonsepsi bersumber dari diri siswa, guru, konteks pembelajaran, metode pembelajaran, serta buku teks (Suparno, 2013). Guru mungkin belum sepenuhnya memahami atau terlatih dalam menggunakan strategi CCT dan media interaktif seperti Interactive Flat Panel (IFP), sehingga implementasinya di kelas belum maksimal. Dalam rangka mengatasi miskonsepsi dan memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam juga memerlukan strategi. Pendekatan conceptual change muncul sebagai alternatif yang menjanjikan. Pendekatan ini bertujuan untuk menggantikan konsep yang salah dengan konsep yang benar melalui pengembangan pola pikir baru yang lebih sesuai dengan pandangan ilmiah. Dalam konteks ini, penggunaan teks conceptual change (CCT) menjadi strategi potensial. Strategi konflik kognitif yang ada di dalam CCT membuat siswa akhirnya mengalami pengubahan konsepsi dan pengetahuan baru yang diperoleh menjadi ilmiah (Özkan & Selçuk, 2013). Penggabungan antara CCT dengan menggunakan bahan komputer seperti simulasi komputer, animasi, slide proyeksi, dan video juga dapat memudahkan dan mempercepat proses pengubahan konsepsi (Yumuşak et al., 2015). Proses pengubahan konsepsi salah satunya menggunakan media pembelajaran untuk lebih memudahkan siswa. Media pembelajaran sebagai sarana penyalur pesan atau pembelajaran yang nanti akan disampaikan oleh guru sebagai sumber pesan kepada siswa atau penerima pesan. Dalam penggunaan media pembelajaran dapat membantu prestasi belajar keberhasilan (Hadiyati & Wijayanti, 2017). Salah satu media pembelajaran adalah multimedia interaktif yang merupakan upaya untuk memenuhi fasilitas pendukung pembelajaran dalam mewujudkan kualitas pembelajaran (Akbar, 2016). Multimedia interaktif memberikan dampak yang dapat diintegrasikan langsung ke dalam media dengan memberikan informasi dengan efektif dan tepat serta mampu meningkatkan gairah belajar siswa dengan adanya multimedia interaktif (Sutarno et al., 2015). Media pembelajaran yang termasuk multimedia interaktif yaitu media pembelajaran berbasis Interactive Flat Panel (IFP) yang dapat digunakan oleh siswa kapan saja secara mandiri. Interactive Flat Panel (IFP) menyediakan berbagai macam fitur untuk menggabungkan dokumen presentasi, contoh tampilan virtual reality (VR), memasukkan PDF, dan lain-lain (Ami, 2021). Dalam fitur aktivitas Interactive Flat Panel (IFP), Aplikasi ini sudah dilengkapi kuis interaktif, memasukkan pertanyaan untuk jawaban panjang, tes memori, mengisi titik-titik, dan menjawab pertanyaan dengan gambar (Minalti & Erita, 2021). Menurut (Fanika et al., 2022) dalam penelitiannya berdasarkan hasil angket melalui google form didapatkan respon yang positif terhadap produk media untuk kegiatan pembelajaran berbasis Interactive Flat Panel (IFP) pada materi konsep bilangan yang telah dikembangkan. Pengembangan kegiatan pembelajaran berbasis media Interactive Flat Panel (IFP) sangat layak dan efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat membantu mereka dalam belajar secara mandiri di rumah. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, terdapat beberapa permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Permasalahan utama adalah tingginya tingkat miskonsepsi yang dialami oleh siswa dalam memahami konsep bilangan. Miskonsepsi ini dapat menghambat pemahaman yang benar, mengganggu pembelajaran yang efektif, dan berdampak pada capaian belajar siswa. Penyebab miskonsepsi berasal dari beragam faktor, termasuk strategi pembelajaran dan media yang tidak tepat. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan strategi Conceptual change text (CCT) melalui media interaktif Interactive Flat Panel (IFP) dapat mengurangi tingkat miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan. Berdasarkan paparan diatas peneliti meneliti lebih dalam mengenai penerapan strategi conceptual change text (CCT) melalui media Interactive Flat Panel (IFP) untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan. B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Perumusan Masalah a. Bagaimana penerapan strategi conceptual change text (CCT) melalui media Interactive Flat Panel (IFP) untuk mereduksi miskonsepsi pada materi konsep bilangan? b. Bagaimana efektivitas penerapan media Interactive Flat Panel (IFP) menggunakan strategi conceptual change text (CCT) untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan? 2. Pembatasan Masalah Adapun pembetasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi konsep bilangan. 2. Penelitian ini dibatasi pada media Interactive Flat Panel (IFP) dan miskonsepsi. 3. Penelitian ini melihat efektivitas media Interactive Flat Panel (IFP) dengan menggunakan strategi conceptual change text (CCT) untuk mereduksi miskonsepsi pada materi konsep bilangan. 4. Responden yang dijadikan sampel penelitian ini adalah siswa kelompok B TK Plus Al-Maghfiroh C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengetahui efektivitas penerapan media Interactive Flat Panel (IFP) menggunakan strategi conceptual change text (CCT) untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan b. Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui penerapan strategi conceptual change text (CCT) melalui media Interactive Flat Panel (IFP) untuk mereduksi miskonsepsi pada materi konsep bilangan. 2) Untuk mengetahui efektivitas penerapan media Interactive Flat Panel (IFP) menggunakan strategi conceptual change text (CCT) untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Dapat mendeskripsikan penerapan strategi conceptual change text (CCT) melalui media Interactive Flat Panel (IFP) untuk mereduksi miskonsepsi pada materi konsep bilangan b. Manfaat Praktis Pentingnya pengembangan ini adalah sebagi berikut : a. Bagi peneliti, strategi ini dapat memberikan kontribusi baru terhadap pemahaman kita tentang bagaimana siswa memahami konsep bilangan dan bagaimana miskonsepsi dapat diatasi. b. Bagi guru, guru mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pemahaman siswa terhadap konsep bilangan, membantu mereka merancang strategi pengajaran yang lebih efektif. c. Bagi siswa, melalui interaksi dengan teks-teks conceptual change, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis dalam menghadapi konsep - konsep kompleks. d. Bagi peneliti lain, peneliti lain dapat membandingkan hasil penelitian mereka dengan hasil yang diperoleh dari instrumen ini, memungkinkan adanya pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan dan kesamaan pemahaman konsep siswa. D. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana penerapan strategi conceptual change text (CCT) melalui media Interactive Flat Panel (IFP) untuk mereduksi miskonsepsi pada materi konsep bilangan? 2. Bagaimana efektivitas penerapan media Interactive Flat Panel (IFP) menggunakan strategi conceptual change text (CCT) untuk mereduksi miskonsepsi siswa pada materi konsep bilangan? E. Kajian Pustaka 1. Landasan Filosofis Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan yang tersendiri tersendiri. Karakterisitik dan keunikan yang dimiliki anak usia dini itulah yang membedakan setiap anak dengan usia di atasnya, sehingga pendidikannya pun dipandang perlu di khususkan. Pendidikan anak usia dini berbeda dengan pendidikan yang lainnya, dalam pedidikan anak usia dini, guru memfasilitasi atau mengembangkan semua aspek perkembangan anak. Anak usia dini yang berkembang pada masa peka, selalu aktif dalam beraktifitas dan rasa ingin tahunya yang besar maka pada masa tersebut segala potensi dan perkembangan anak usia dini harus dioptimalkan perkembangannya (Wiratna, 2020). Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut Depdiknas Santrock dan Hasan (2010), mengemukakan bahwa PAUD menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosial emosional, bahasa, dan komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Salah satu bentuk satuan PAUD yang terdapat pada jalur pendidikan formal adalah taman kanak-kanak (TK). 2. Landasan Sistem Nilai Hakekat pendidikan TK adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pembelajaran matematika pada anak merupakan salah satu pembelajaran yang berkaitan dengan salah satu dari pengembangan multiple intelligences. Menurut Gardner dalam (Agustin, 2018) menyebutkan kecerdasan dalam multiple intelligences adalah kecerdasan yang meliputi kecerdasan verbal- linguistik (cerdas kata), kecerdasan logis-matematis (cerdas angka), kecerdasan visual-spasial (cerdas gambar dan warna), kecerdasan musikal (cerdas musik dan lagu), kecerdasan kinestetik (cerdas gerak), kecerdasan interpersonal (cerdas sosial), kecerdasan intrapersonal (cerdas diri) kecerdasan naturalis (cerdas alam), kecerdasan eksistensial (cerdas hakikat). Keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Keterampilan adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat diartikan sebagai implikasi dari aktivitas. Sedangkan Susanto mengatakan bahwa keterampilan berhitung berkaitan dengan perkembangan berpikir anak. Keterampilan berhitung juga mencakup koordinasi memegang atau menunjuk benda, menyebutkan angka, mengingat urutannya, dan menghubungkan benda dengan bilangan. Ketika anak melakukan perhitungan dengan menggunakan bilangan, maka anak harus mengerti bahwa angka atau bilangan akhir yang ditunjuk merupakan jumlah dari kumpulan benda yang dihitung (Mutmainah et al., 2021). 3. Landasan Teori/Konsep Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai model kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru sesuai dengan konteks, berdasarkan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, lingkungan dan tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran merupakan sejumlah model, metode dan cara alternatif penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, yang merupakan pola umum kegiatan yang harus diikuti oleh guru dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan (Harmita et al., 2022). Strategi pembelajaran adalah suatu cara yang berbeda dalam proses pembelajaran serta hasil pencapaian yang berbeda dibawah kondisi yang berbeda (Tabroni & Qutbiyah, 2022). Media merupakan salah satu alat yang dapat membantu kegiatan pembelajaran. Pemanfaatan media merupakan aspek yang harus mendapat perhatian dalam setiap kegiatan pembelajaran (Nurfadilah et al., 2019). Media merupakan komponen yang digunakan di lingkungan audiens agar dapat merangsang audiens untuk kegiatan belajar. Media dapat berupa perantara berupa orang, dokumen, atau peristiwa yang memudahkan perolehan pengetahuan, keterampilan, atau sikap siswa (Maghfiroh & Suryana, 2021). Peran media dalam proses belajar-mengajar sangat penting dalam pendidikan masa kini, karena dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima informasi Media (Tafonao, 2018). Media yang digunakan yaitu media interaktif. Media interaktif merupakan media yang dilengkapi dengan pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang diinginkannya untuk proses selanjutnya (Andrizal & Arif, 2017). Conceptual Change Text (CCT) merupakan teks yang memuat pertanyaan awal untuk mengidentifikasi konsep awal peserta didik, miskonsepsi yang sering muncul pada konsep tersebut teori yang menjelaskan setiap konsep dan pertanyaan akhir untuk menilai perubahan konsep peserta didik dalam menyajikan isi konsep ilmiah (Dagdelen & Oksterelioglu, 2015). Conceptual Change Text merupakan perubahan konseptual sebagai perjalanan pembelajaran yang terhubung dengan konsep-konsep kunci atau ide-ide alternatif yang dikembangkan melalui pengajaran konseptual ilmuwan (Beerenwinkel et al., 2011). Conceptual Change Text merupakan teks tertulis yang mengidentifikasi kesalahpahaman umum tentang fenomena alam dan fenomena langsung membantah kesalahpahaman dengan memberikan ide-ide yang dapat diterima secara ilmiah dengan bertanya kepada peserta didik untuk membuat prediksi tentang sejumlah situasi (Anam et al., 2020). Conceptual Change Text (CCT) muncul melalui proses yang memberikan pemahaman konseptual (Ozmen & Guven, 2022). Oleh karena itu, penggunaan metode ini dapat memberikan dampak positif terhadap pemahaman konsep dan pengetahuan ilmiah peserta didik. Tujuan dari CCT untuk membantu peserta didik dalam menyadari kelemahan dalam prasangka mereka dan membantu mereka mengubah konsepsi menjadi pengetahuan ilmiah baru (Fauzannur et al., 2022). . Menurut Kumalaningtias & Sukarmin (2019) terdapat 4 fase atau struktur pada strategi conceptual change text, yaitu : (1) menunjukkan konsep awal pada peserta didik, (2) membuat konflik kognitif terhadap konsepsi peserta didik, (3) proses ekuilibrasi atau penjelasan konsep yang benar, (4) rekonstruksi konsep. Salah satu apek penting dalam perkembangan anak usia dini adalah aspek kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung untuk anak usia dini disebut pula kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai sepuluh. Sedangkan usia 5 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai seratus (Maria et al., 2019). 4. Landasan Kebijakan Pendidikan anak usia dini di Taman Kanak-Kanak merupakan satu di antara jenjang pendidikan pada jalur formal. Peran pokok Taman Kanak-Kanak adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan beragam pengetahuan, sikap perilaku, keterampilan dan intelektual supaya mampu melakukan adaptasi dengan kegiatan yang sesungguhnya di Sekolah Dasar. Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu tindakan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani supaya anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Hamsiani & Pajarianto, 2022)

Sunday, May 11, 2025

Gambar Visual

Menurut Tanjung media adalah alat bantu yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar. dengan menggunakan alat bantu dapat menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan komunikasi antara guru dan anak didik. Media atau alat bantu tersebut dapat berupa benda langsung atau tidak langsung yang bertujuan untuk membantu guru dalam mengajar dan memudahkan anakdalam belajar. Dalam hal ini media merupakan salah satu sarana yang ikut menunjang proses belajar mengajar (Hazhari & Febriani, 2023). Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam menulis teks cerita inspiratif adalah dengan menggunakan media gambar. Media gambar adalah salah satu alat peraga yang efektif untuk menstimulasi anak dalam pembelajaran. Menurut Febrianti media gambar berfungsi untuk menyampaikan pesan melalui gambar yang menyangkut indra peng- lihatan. Pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual (Isni et al., 2024). Media pembelajaran memegang peranan yang krusial dalam proses pembelajaran. Kehadirannya membawa beragam manfaat yang signifikan, termasuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih kondusif, memberikan umpan balik yang berharga, dan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Media pembelajaran merupakan alat bantu yang penting bagi pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Fungsinya tidak hanya memandu siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, tetapi juga memfasilitasi interaksi siswa dengan materi pembelajaran (Samiyatun, 2022). Media yang dipergunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak yakni media gambar bercerita. Menurut Davindo mengatakan bahwa : gambar adalah sebuah permainan, selama itu tidak memaksa, justru seharusnya dapat menghibur si pembuatnya. Selain itu gambar mengungkapkan banyak kenyataan dalam kehidupan. Gambar adalah sebuah mimpi diatas ketras, dimana muncul keinginan-keinginan baik disadari maupun tidak. Gambar adalah sebuah kenyataan dari pikiran- pikiran anak, pada momen tertentu mendorongnya untuk menggambar (Kemalasari et al., 2018). Media Gambar termasuk media visual sebagaimana halnya media yang lain media berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan akan disampaikan/dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi siswa atau anak. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampain pesan dapat berhasil efisien. Selain fungsi umum tersebut secara khusus gambar pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat di lupakan atau di abaikan bila tidak digambarkan. Selain sedarhana dan mudah pembuatannya, Media Gambar termasuk media yang relatif murah bila di tinjau dari segi biayanya. Media gambar terdiri dari beberapa macam diantaranya : 1. Poster Suatu media gambar yang berbentuk ilustrasi gambar yang disederhanakan, yang dibuat dengan ukuran besaragar dapat dilihat dengan jelas, tujuannya yaitu menarik perhatian dan juga kandungannya berupa bujukan, motivasi dan lain sebagainya. 2. Kartun Suatu media gambar, merupakan media yang unik untuk mengemukakan suatu gagasan. 3. Komik Suatu media gambar selain kartun yang bersifat unik, perbedaannya yaitu pada komik terdapat karakter atau yang memerankan suatu cerita dalam urutan-urutan. 4. Gambar fotografi Suatu media gambar yang dihasilkan dengan cara diambil gambarnya “benda atau lainnya” dengan suatu akat digital seperti kamera foto dan lain-lain. 5. Grafik Media gambar bertujuan untuk penyajian data berupa angka-angka. Grafik memberikan berbagai informasi inti darisuatu data, berupa hubungan antar bagian-bagian data tersebut. 6. Bagan Kombinasi dari media grafis dan foto dirancang untuk memvisualisasikan suatu fakta pokok ataupun gagasan dengan cara yang logis dan juga teratur. Fungsi dari bagan sebagai media gambar yakni untuk memperlihatkan

Metode Bercerita

Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Dengan demikian bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu ide. Sementara dalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain dengan modal kemampuan berbahasa yang sudah baik (Arnianti, 2019). Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak di Taman Kanak- kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan. Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Turi et al., 2016). Menurut Departemen Pendidikan Nasional, macam-macam bercerita dapat dibedakan sebagai berikut : a. Bercerita dengan alat peraga langsung. Bercerita dengan alat peraga langsung adalah suatu kegiatan bercerita yang dilakukan guru dengan menggunakan alat peraga langsung berupa benda asli atau benda sebenarnya. Alat peraga langsung yang dimaksud misalnya : ayam, kelinci, kambing, alat-alat rumah tangga berupa piring, sendok, gelas, kompor dan sebagainya. b. Bercerita dengan alat peraga tidak langsung. 1) Bercerita dengan benda-benda tiruan : dalam kegiatan bercerita ini guru dapat menggunakan benda-benda tiruan seperti alat peraga misalnya binatang tiruan, buah tiruan, sayuran tiruan, dan sebagainya. Hal yang perlu diperlihatkan pada benda- benda tersebut bahwa hendaknya proporsi bentuk dan warna sesuai dengan bentuk aslinya. 2) Bercerita dengan menggunakan gambar- gambar : gambar-gambar yang digunakan sebagai alat peraga dapat berupa gambar lepas, gambar dalam buku atau gambar seri yang terdiri dari 2 sampai 6 gambar yang melukiskan jalan ceritanya. 3) Bercerita dengan menggunakan papan flannel, potongan gambar-gambar lepas tersebut harus melukiskan hal-hal yang akan disajikan dalam sebuah cerita, misalnya : gambar orang, binatang, buah- buahan dan benda-benda lain yang sesuai dengan isi cerita. 4) Membacakan cerita (Story Reading) dalam kegiatan ini guru membacakan cerita dari sebuah buku kepada anak. Hal ini dilakukan karena kebanyakan anak TK gemar akan cerita yang dibacakan oleh guru atau orang dewasa lain. 5) Sandiwara boneka : sandiwara boneka sebagai suatu jenis kegiatan pendidikan bahasa yang tidak mudah pelaksanaannya karena memerlukan keterampilan tertentu dari guru. Akan tetapi apabila dilakukan dengan baik dapat menyenangkan hati anak (Setyowati, 2016).

Pendidikan Anak Usia Dini

1. Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini di Taman Kanak-Kanak merupakan satu di antara jenjang pendidikan pada jalur formal. Peran pokok Taman Kanak-Kanak adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan beragam pengetahuan, sikap perilaku, keterampilan dan intelektual supaya mampu melakukan adaptasi dengan kegiatan yang sesungguhnya di Sekolah Dasar. Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu tindakan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani supaya anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Hamsiani & Pajarianto, 2022). Maka berdasarkan pada berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang standar tingkat pencapaian perkembangan bahasa anak usia 5-6 Tahun pada kurikulum pendidikan terdapat lima aspek perkembangan yang dapat dikembangkan yaitu: pertama perkembangan nilai-nilai agama moral, kedua perkembangan aspek fisik motorik, ketiga aspek perkembangan bahasa, keempat aspek perkembangan kognitif, kelima aspek perkembangan sosial emosional. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan yang tersendiri tersendiri. Karakterisitik dan keunikan yang dimiliki anak usia dini itulah yang membedakan setiap anak dengan usia di atasnya, sehingga pendidikannya pun dipandang perlu di khususkan. Pendidikan anak usia dini berbeda dengan pendidikan yang lainnya, dalam pedidikan anak usia dini, guru memfasilitasi atau mengembangkan semua aspek perkembangan anak. Anak usia dini yang berkembang pada masa peka, selalu aktif dalam beraktifitas dan rasa ingin tahunya yang besar maka pada masa tersebut segala potensi dan perkembangan anak usia dini harus dioptimalkan perkembangannya (Wiratna, 2020). Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan salah satu lembaga tempat pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur formal, di mana pada usia ini merupakan masa keemasan (golden age) khususnya usia 5-6 tahun, dengan adanya TK bertujuan membantu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak antara lain nilai-nilai agama dan moral, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan juga kemandirian. Oleh karena itu, stimulasi yang tepat sangat menentukan proses perkembangan anak lebih lanjut, misalnya dengan belajar melalui bermain. Apabila anak mendapatkan stimulus yang baik, maka seluruh aspek perkembangan anak akan berkembang secara optimal. Oleh karena itu pendidikan anak usia dini harus dapat merangsang seluruh aspek perkembangan anak baik perkembangan perilaku, bahasa, kognitif, sosial emosional, kemandirian maupun fisik motorik (Anggraeni, 2021). Hakekat pendidikan TK adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pengembangan kemampuan dasar meliputi beberapa pengembangan seni diantaranya adalah pengembangan kemampuan berbahasa. Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, guru dapat menggunakan strategi pembelajaran yang memungkinkan anak dapat mengembangkan ketrampilan berbicara, mendengar, membaca dan menulis (Setyowati, 2016). 2. Kemampuan bahasa Perkembangan bahasa merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting. Karena bahasa merupakan media sarana komunikasi dengan seseorang dan juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian perkembangan bahasa harus diberikan anak sejak usia dini. Anak usia dini harus dilatih untuk berani mengungkapkan apa yang ia rasakan dan dipikirkan. Sehingga pada nantinya anak tidak akan menjadi pemalu, mudah mengungkapkan pendapat di depan banyak orang dan mudah berinteraksi. Oleh karena itu, pengembangan bahasa harus dioptimalkan dan dikembangkan sejak anak usia dini. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan ide dan bertanya, bahasa juga menghasilkan konsep dan kategori-kategori berpikir. Kemampuan menyimak, membaca, berbicara serta menulis merupakan bagian dari perkembangan bahasa pada anak usia 4-5 tahun. Perkembangan bahasa pada STPPA yaitu mengungkapkan dan memahami bahasa serta keaksaraan. Keterampilan berbahasa terdiri dari reseptif dan produktif. Keterampilan bahasa reseptif merupakan keterampilan dalam memahami informasi yang disampaikan baik lisan maupun tulisan sedangkan kemampuan bahasa produktif adalah keterampilan menyampaikan informasi baik lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan aspek perkembangan yang penting untuk setiap anak, anak dapat menyampaikan keinginan, perasaan dan hal lainnya kepada orang-orang di sekitarnya. Bahasa merupakan kemampuan krusial yang perlu diajarkan sejak dini. Kemampuan bahasa seseorang dapat berpengaruh terhadap kemampuan dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bahasa sangat penting dikuasai oleh anak karena melalui bahasa anak dapat belajar memahami dunia (Angg et al., 2023). Kemampuan berbahasa anak merupakan suatu hal yang penting karena dengan bahasa tersebut anak dapat berkomunikasi dengan teman atau orang- orang disekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempuyai makna (Arnianti, 2019). Aspek perkembangan bahasa merupakan bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak ksrena bahasa dan keaksaraan merupakan proses yang terjadi sepanjang hayat dan sejak anak dilahirkan. Bahasa merupakan sarana yang efektif untuk menjalin komunikasi sosial. Fungsi utama dari bahasa adalah membantu seseorang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Ketika seorang anak mampu menyusun kalimat maka ia mampu berkomunikasi dengan teman atau orang-orang disekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata- kata yang mempuyai makna (Hamsiani & Pajarianto, 2022). Menurut Severe (Shalihat, M.H, Niken Farida, 2021), ada dua kategori dalam keterampilan berbahasa, yakni keterampilan berbahasa reseptif dan keterampilan berbahasa produktif. Keterampilan berbahasa reseptif adalah keterampilan bahasa yang diaplikasikan untuk memahami sesuatu yang disampaikan melalui bahasa lisan dan tulisan. Adapun yang termasuk bahasa reseptif adalah kegiatan menyimak dan membaca. Sedangkan, keterampilan berbahasa produktif adalah keterampilan bahasa yang diaplikasikan untuk menyampaikan informasi baik secara tertulis maupun lisan. Adapun yang termasuk bahasa produktif adalah kegiatan menulis dan berbicara. Keterampilan bahasa anak khususnya pada kategori reseptif yaitu menerima bahasa, pada tingkat perkembangan yakni menyimak perkataan orang lain dan memahami cerita dengan mendengarkan guru atau teman berbicara, mendengarkan cerita sederhana, melukiskan kembali isi cerita secara sederhana, dan menyebutkan tokoh-tokoh didalam cerita. Bahasa memiliki berbagai definisi berdasarkan Oxford Advanced Learner Dictionary bahasa merupakan sebuah sistem dari pola, teks, maupun audio yang dimanfaatkan individu dalam komunikasi lewat perasaan serta pikiran. Sementara berdasarkan perspektif Hurlock bahasa merupakan sarana berkomunikasi melalui simbolisasi emosi maupun pemikiran guna melakukan penyampaian makna untuk individu lainnya. Syamsu Yusuf menjelaskan bahwasanya bahasa merupakan sarana komunikasi dengan individu lainnya. Dari beberapa definisi bahasa yang dijabarkan diatas dapat di simpulkan bahwa bahasa adalah suatu alat komunikasi yang digunakan melalui sistem suara, kata, atau pola yang digunakan manusia untuk menyampaikan pertukaran pikiran dan perasaan (Yurita, 2019). Sebagaimana kita ketahui bahwa kemampuan berbahasa pada anak usia dini meliputi 3 aspek, yaitu (1) aspek menerima bahasa: mengerti beberapa perintah secara bersamaan, mengulang kalimat yang lebih kompleks dalam judul cerita, memahami aturan yang berlaku di rumah maupun di sekolah; (2) aspek mengungkap bahasa: menjawab pertanyaan yang lebih kompleks dalam judul cerita, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama, berkomunikasi secara lisan; mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol- simbol untuk persiapan membaca, menulis, dan berhitung; mampu menyebutkan nama dan jumlah tokoh dalam cerita menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan); memiliki lebih banyak kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain; melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan; (3) aspek keaksaraan: menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal; mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada disekitarnya; menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi huruf awal yang sama; memahami hubungan antara bunyi dan bentuk- bentuk; membaca nama sendiri; menuliskan nama sendiri (Anggraeni, 2021). Yamin & Sanan menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak tidak saja dipengaruhi oleh perkembangan neurologis tetapi juga oleh perkembangan biologisnya. Pertumbuhan biologis ini akan tampak pula dalam konstruksi fisik mulut seorang anak. Pada saat seorang anak dilahirkan, fisiologi mulutnya masih sangat terbatas dimana laringnya masih tinggi, lidahnya relatif besar, daerah gerak di mulut sangat sempit, dan lidahnya masih bersandar pada belakang bibirnya. Mengingat bahasa itu merupakan sistem lambang, maka manusia mampu berfikir dan berbicara tentang sesuatu yang abstrak, di samping yang konkret. Anak-anak sebelum memasuki dunia pendidikan ada kecenderungan menggunakan bentuk-bentuk bahasa yang mampu dipahami oleh orang tuanya dan orang-orang yang ada di sekitarnya (Hamsiani & Pajarianto, 2022). Bahasa mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Hampir dalam setiap kegiatan dalam kehidupan individu tidak bisa terlepas dari aspek berbahasa dan berbicara termasuk anak-anak dengan pengungkapan bahasa melalui berbicara, anak-anak dapat mengungkapkan pikiran, perasaan serta ekspresinya. Dengan bahasa pula anak-anak dapat bersosialsisasi dengan orang-orang disekitarnya. Lebih dari itu, bahasa merupakan ciri khas atau identitas masyarakat yang menggunakannya. Secara bertahap kemampuan bahasa yang akan diperoleh oleh anak adalah kemampuan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat kemampuan tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Kemampuan bahasa pertama yakni kemampuan menyimak, kemampuan ini dipelajari anak pertama kali sesuai dengan bahasa ibunya. Ketika anak sudah mampu menyimak maka anak akan mulai mengungkapkannya melalui kata- kata dan masuk dalam tahap kemampuan berbicara. Setelah anak mampu menguasai kemampuan berbicara maka anak pun akan naik ke tahapan selanjutnya yakni kemampuan untuk membaca. Setelah itu tahap kemampuan berbahasa anak yang terakhir yakni kemampuan anak dalam mengolah kata- kata melalui tulisan (Kemalasari et al., 2018).

Monday, November 25, 2024

Miko dan Cici : Sahabat Tak Terduga

 Munculnya Musuh Baru

Setelah berhasil mengalahkan Ularas dan menghancurkan buku catatan tua, Miko, Cici, dan Bimo hidup damai di hutan. Namun, kedamaian mereka tidak berlangsung lama. Seekelompok manusia dari desa tetangga datang dengan niat jahat. Mereka ingin menguasai hutan untuk dijadikan lahan pertanian yang luas.

Para manusia ini percaya bahwa hutan adalah sumber daya yang tidak terbatas dan dapat dieksploitasi sesuka hati. Mereka tidak peduli dengan dampak buruk yang akan ditimbulkan terhadap alam dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.

Konflik Manusia vs Alam

Miko, Cici, dan Bimo berusaha menghentikan rencana jahat para manusia itu. Mereka mencoba menjelaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan bagi semua makhluk hidup. Namun, para manusia itu tidak mau mendengarkan. Mereka malah mengancam akan membakar hutan jika Miko, Cici, dan Bimo tidak menyerah.

Miko, Cici, dan Bimo tidak menyerah begitu saja. Mereka mengajak semua hewan di hutan untuk bersatu melawan para manusia. Mereka membangun pertahanan di sekitar hutan dan siap menghadapi serangan para manusia.

Pertempuran Besar

Terjadilah pertempuran besar antara hewan-hewan hutan dan para manusia. Hewan-hewan hutan menggunakan berbagai cara untuk melawan para manusia. Burung-burung menyerang dari udara, serangga menggigit, dan binatang-binatang besar menghalangi jalan para manusia.

Miko, Cici, dan Bimo menjadi pemimpin dalam pertempuran ini. Mereka menunjukkan keberanian dan kecerdasan yang luar biasa. Dengan bantuan teman-teman mereka, mereka berhasil mengusir para manusia dari hutan.

Epilog

Setelah pertempuran berakhir, hutan kembali damai. Miko, Cici, dan Bimo menjadi pahlawan bagi semua makhluk hidup di hutan. Mereka berhasil membuktikan bahwa alam harus dilindungi dan tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan.

Miko, Cici, dan Bimo terus hidup bahagia di hutan. Mereka belajar banyak hal dari pengalaman yang mereka alami. Mereka menyadari bahwa persahabatan dan kerja sama adalah kunci untuk mengatasi segala rintangan.


TAMAT


About

Popular Posts