Produk
syariah di pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini masih sangat terbatas
dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut
mengakibatkan alternatif investasi dan pembiayaan berbasis syariah menjadi
sangat minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih
terbatas dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Pengertian
sukuk menurut fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sukuk merupakan salah satu produk syariah
di pasar modal Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi
jumlah maupun jenis akad.
Dalam
pegaplikasiannya, praktek sukuk berlandaskan pada akad-akad (underlying
transaction) yang sesuai dengan prinsip syariah seperti mudharabah (bagi
hasil), musyarakah (kerjasama), ijarah (sewa), murabahah (jual beli), Salam,
dan Istishna’. Sedangkan Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru
menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sedangkan
beberapa negara di kawasan Asia (Malaysia), Timur Tengah dan Eropa, struktur penerbitan
sukuk telah menggunakan akad yang lebih beragam antara lain akad yang berbasis
jual beli yang terdiri dari murabahah, istishna dan salam, akad yang berbasis
sewa seperti ijarah dan akad yang berbasis syirkah atau kongsi seperti
mudharabah dan musyarakah serta yang paling baru adalah hybrid sukuk.
Indonesia
sebagai negara penerbit sukuk yang terpercaya sudah saatnya menggunakan
instrumen ini untuk mempromosikan peran Indonesia dalam mendukung terciptanya
bumi yang lebih nyaman. Sukuk sebagai instrumen keuangan yang banyak memiliki
kemiripan dengan obligasi (bond) dapat digunakan untuk mendukung
program-program dalam rangka mengurangi pemanasan global dan dampaknya.
Berdasarkan model Green Bond yang dikembangkan oleh Bank Dunia, pemerintah
dapat mengembangkan Green Sukuk untuk mendukung pembangunan infrastruktur
sekaligus mendukung program pengurangan emisi karbon.
Sukuk
di Indonesia baru diminati oleh Bank sebagai Lembaga Keuangan di Indonesia pada
tahun 2003 dengan menerbitkan sukuk oleh PT Bank Bukopin Tbk atau satu tahun
berselang setelah Indosat menerbitkan sukuk pertama di Indonesia di tahun 2002.
Tabel 1 di atas menyajikan total emisi sukuk yang masih aktif dan pernah
diterbitkan oleh lembaga perbankan.
Jika
dilihat dari jumlah penerbitan dan nilai emisi penerbitan sukuk antara lembaga
keuangan Syariah dan lembaga keuangan bank dan non keuangan relatif masih
sangat minim. Per Mei 2011, penerbitan sukuk oleh bank syariah baru mencapai 3
sukuk (obligasi syariah) atau 9.02% dari total emisi penerbitan sukuk di
Indonesia sekitar Rp. 7.915.400.000.000. Berikut adalah total perbandingan
sukuk oleh bank syariah terhadap total emisi sukuk selain bank syariah yang
sudah jatuh tempo atau masih aktif.
Pembangunan
infrastruktur dalam berbagai sektor yang sedang gencar dijalankan oleh
Pemerintah merupakan potensi untuk mengembangkan Green Sukuk. Saat ini
pemerintah telah memiliki program pembangunan infrastruktur terpadu yang
terdapat dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI). Agar program ini sejalan dengan program pengurangan emisi
karbon, nampaknya perlu menyelaraskan program pembangunan infrastruktur dalam
MP3EI dengan konsep green infastructure. Beberapa proyek potensial yang dapat
dikategorikan sebagai green infastructure misalnya: pembangkit listrik dengan
energi terbarukan seperti tenaga angin, tenaga surya dan panas bumi, serta
transportasi masal di kota-kota besar untuk para komuter.
Selanjutnya
untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut, Pemerintah dapat
menerbitkan Sukuk Negara. Penerbitan Green Sukuk dapat menjadi sarana
pengembangan basis investor karena saat ini telah berkembang investor korporasi
maupun individu yang sangat perhatian terhadap isu lingkungan terutama
penanggulangan perubahan iklim. Sampai saat ini belum ada negara yang
menerbitkan Green Sukuk di pasar perdana internasional. Apabila Pemerintah
dapat menyiapkan dalam waktu singkat, maka Indonesia akan menjadi negara
pertama penerbit Green Sovereign Sukuk.
Agar
proyek-proyek yang dibiayai dengan penerbitan Sukuk Negara sesuai dengan
ketentuan syariah dan memenuhi kriteria green infastructure, maka pemerintah
dapat melakukan tahap-tahap berikut:
1.
Identifikasi
proyek; Proses pada tahapan ini untuk memastikan bahwa proyek yang akan dilaksanakan
sesuai dengan prioritas pembangunan nasional dan memenuhi kriteria sebagai
proyek yang mendukung pengurangan emisi karbon dan dampak perubahan iklim.
Identifikasi ini dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang akan
melaksanakan proyek tersebut. Proses identifikasi ini menghasilkan beberapa
proyek yang diusulkan pada tahap selanjutnya.
2.
Persiapan dan
Penilaian Kelayakan Proyek; Hasil identifikasi pada tahap pertama dilanjutkan
dengan penyiapan studi kelayakan proyek oleh instansi pemerintah selaku
pelaksana proyek. Selanjutnya studi kelayakan tersebut dinilai oleh instansi
pemerintah yang berwenang (misal: Bappenas) atau bekerja sama dengan lembaga
independen yang mempunyai keahlian pada bidangnya. Selain itu, dalam tahap ini
untuk menilai kesuaian proyek dengan kriteria syariah, pemerintah dapat meminta
DSN MUI untuk memberikan opininya. Apabila telah memenuhi kriteria, proyek
tersebut selanjutnya dapat diusulkan untuk dibiayai melalui penerbitan Sukuk
Negara dalam APBN sesuai aturan yang berlaku.
3.
Penerbitan
Green Sukuk; Setelah proyek tersebut dianggarkan dalam APBN, maka pemerintah
mempunyai kewajiban untuk memberikan pembiayaan atas proyek tersebut.
Penerbitan Sukuk Negara untuk membiayai Green Infrastruktur dapat mengikuti
mekanisme penerbitan Sukuk Negara untuk pembiayaan proyek yang telah berjalan
sejak tahun 2012.
4.
Implementasi
dan Penyelesaian Proyek; Pelaksanaan proyek dilaksanakan sesuai dengan
peraturan terkait, misalnya melalui proses pelelangan dan penyelesaian proyek
sesuai dengan tahap-tahap yang direncanakan. Demikian halnya penggantian
pembiayaan kepada rekanan pemerintah mengikuti aturan pembiayaan proyek yang
telah ada.
5.
Monitoring
Proyek; Monitoring proyek dilaksanakan pada saat proyek dimulai sampai dengan
penyelesaian proyek yang bertujuan untuk memantau kemajuan proyek, kemudian
dilaporkan secara berkala. Kegiatan ini dilaksanakan oleh instansi pemerintah
yang berwenang atau organisasi independen yang diberi tugas oleh pemerintah.
Monitoring dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemerintah.
6.
Evaluasi Proyek
Untuk memastikan bahwa proyek telah berjalan sesuai dengan rencana, termasuk
proses pelelangan, pengelolaan keuangan, manfaat maupun dampak dari
implementasi proyek serta kesinambungan proyek maka dilaksanakan kegiatan evaluasi.
Kegiatan ini dapat memberikan masukan untuk keberlangsungan proyek di masa yang
akan datang. Evaluasi dilakukan instansi pemerintah yang berwenang atau
organisasi independen yang diberi tugas oleh pemerintah.